''Apa itu Warga Negara, Kewarganegaraan, dan Pewarganegaraan?''
A. Warga Negara
Pengertian warga negara adalah semua
penduduk di suatu negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat
kelahiran, dan sebagainya, serta memiliki hak dan kewajiban penuh sebagai
seorang warga negara di negara tersebut. Ada juga yang menjelaskan
pengertian warga negara adalah semua orang yang secara hukum merupakan anggota
resmi dari suatu negara tertentu. Artinya, seorang warga negara memiliki
hubungan kuat dengan tanah air dan Undang-Undang negaranya, meskipun orang
tersebut berada di luar negeri dan terikat dengan ketentuan hukum
Internasional.
Pada dasarnya seorang warga negara suatu negara tidak selalu
menjadi penduduk negara tersebut. Misalnya, warga negara Indonesia yang
berdomisili di luar negeri. Dan penduduk suatu negara tidak selalu
merupakan warga negara di mana ia tinggal. Misalnya orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.
Secara hukum, menurut Undang-Undang Tahun 1945 Pasal 26 ayat 1 tentang Kewarganegaraan, pengertian warga negara
Indonesia dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu;
1.
Warga Negara Asli (pribumi), yaitu penduduk asli
suatu negara. Misalnya di Indonesia, suku Jawa, Batak, Papua, Bugis, Madura,
Minang, Dayak, dan etnis keturunan yang sejak lahir merupakan warga negara
Indonesia.
2.
Warga Negara Keturunan (vreemdeling), yaitu suku bangsa
keturunan yang bukan asli Indonesia, misalnya bangsa Eropa, Arab, India,
Tiongkok, dan lainnya yang disahkan secara undang-undang menjadi warga negara
Indonesia.
Pengertian Orang Asing adalah warga negara asing yang berada atau bertempat
tinggal pada suatu negara tertentu. Dengan kata lain bahwa orang asing adalah
semua orang yang bertempat tinggal pada suatu negara tertentu tetapi dia bukan
termasuk warga negara dari negara tersebut.
Orang Asing menurut Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 1 Huruf a UU Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan
Tenaga Asing adalah “tiap
orang bukan warga negara Republik Indonesia”.
Orang Asing menurut Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 9 Tahun 1992
Tentang Keimigrasian adalah “orang bukan Warga Negara Republik Indonesia”.
Orang Asing menurut Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan adalah “orang bukan Warga Negara Indonesia”.
Orang Asing menurut Pasal 1 Angka 9 UU Nomor 6 Tahun 2011
Tentang Keimigrasian adalah “orang yang bukan warga Negara Indonesia”.
Dalam hal orang asing hukum Internasional ikut campur
tangan, artinya orang asing di dalam suatu
negara itu dilindungi oleh hukum Internasional.
Perlindungan Orang Asing ada dua macam
Secara positif, artinya negara tempat dimana orang asing itu
berada harus memberikan kepadanya beberapa hal-hak tertentu. Jadi, suatu hak
minimum itu dijamin; dan.
Secara negatif, artinya suatu negara itu tidak dapat
mewajibkan sesuatu kepada orang asing yang berada di negaranya itu. Jadi orang
asing itu di suatu negara tidak dapat dibebani kewajiban tertentu, misalnya
kewajiban militer.
Tetapi pada asasnya orang asing itu diperlakukan sama dengan warga negara sedang isinya ada juga perbedaannya Adapun perbedaan antara orang asing dan warga negara terletak pada kedudukan hak dan kewajibannya yang mana isi kedudukan (hak) sebagai warga negara:
Hanya warga negara mempunyai hak-hak politik, misalnya hak
memiih atau dipilih
Hanya warga negara mempunyai hak diangkat menduduki jabatan negara.
Menurut Undang-Undang darurat Republik Indonesia yang termuat dalam lembaran negara 1955 nomor 33 tentang kependudukan di Indonesia. Orang asing yang menjadi penduduk negara Indonesia adalah jika dalam selama orang asing itu menetap di Indonesia. Untuk menetap di Indonesia orang asing itu harus mendapat izin bertempat tinggal dari pemerintah Indonesia.
Hak-Hak
Warga Negara dan Bukan Warga Negara
Pasal
5 – 10 dari Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia Individu yang bukan Warga
Negara di mana Mereka Hidup menetapkan hak-hak non-warga negara (disebut
sebagai “orang asing” dalam Deklarasi). Orang asing harus menerima
perlakuan yang sama sebagai warga negara di negara tempat mereka tinggal
sehubungan dengan hak-hak berikut:
·
Hak untuk hidup dan keamanan orang
tersebut, termasuk kebebasan dari penangkapan atau penahanan sewenang-wenang
·
Perlindungan terhadap gangguan
yang sewenang-wenang atau melanggar hukum dengan privasi, keluarga, rumah atau
korespondensi
·
Kesetaraan di depan pengadilan,
termasuk bantuan gratis dari seorang penerjemah
·
Hak untuk memilih pasangan,
menikah, dan menemukan keluarga
·
Kebebasan berpikir, berpendapat,
hati nurani dan beragama
·
Hak untuk mempertahankan bahasa,
budaya, dan tradisi
·
Hak untuk mentransfer uang ke
luar negeri
Hak-hak
berikut harus diberikan kepada mereka selama mereka tidak
mengganggu keamanan nasional, keselamatan publik, ketertiban umum, kesehatan
atau moral masyarakat atau hak dan kebebasan orang lain:
·
Hak untuk meninggalkan negara
itu
·
Hak atas kebebasan berekspresi
·
Hak untuk berkumpul secara damai
·
Hak untuk memiliki properti
secara individu atau dalam hubungan dengan orang lain
·
Kebebasan bergerak dan kebebasan
untuk memilih tempat tinggal mereka di dalam perbatasan negara
·
Hak pasangan hidup dan anak-anak
kecil atau tanggungan untuk bergabung dengan orang asing yang sah, sebagaimana
ditentukan oleh hukum nasional.
Orang
asing yang secara sah bertempat tinggal di negara harus diberikan hak-hak
berikut selama mereka mematuhi hukum negara dan menghormati kebiasaan dan
tradisi masyarakat:
·
Hak atas kondisi kerja yang aman
dan sehat, upah yang adil, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang setara
·
Hak untuk bergabung dengan
serikat pekerja
·
Hak atas layanan sosial,
perawatan kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial
Hak
tambahan mereka berikut ini secara khusus
disebutkan dalam Deklarasi:
·
Perlindungan dari penyiksaan
atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat
·
Kebebasan dari menjadi sasaran
eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan bebas dari
mereka
·
Perlindungan terhadap pengusiran
sewenang-wenang atau tidak sah dari negara
·
Hak untuk membela diri dari
pengusiran, kecuali jika alasan-alasan mendesak dari keamanan nasional
mensyaratkan sebaliknya
·
Perlindungan dari kehilangan
aset yang diperoleh secara sah secara sewenang-wenang
·
Hak untuk berkomunikasi kapan
saja dengan konsulat atau misi diplomatik negara di mana dia adalah badan
bantuan utama nasional.
B. Kewarganegaraan
Pengertian kewarganegaraan secara umum adalah sesuatu hal yang berhubungan antara warga negara dengan Negara.
Istilah kewarganegaraan dapat dibedakan dalam
pengertian secara yuridis dan sosiologis.Kewarganegaraan dalam arti yuridis
ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan negara. Adanya
ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu, yaitu orang tersebut
berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda dari adanya ikatan
hukum tersebut antara lain akta kelahiran, surat pernyataan, dan bukti
kewarganegaraan.
Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak ditandai
dengan ikatan hukum. Akan tetapi ditandai dengan ikatan emosional, seperti
ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan
tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan warga negara
yang bersangkutan.
Asas Kewarganegaraan
Seseorang
yang diakui sebagai warga Negara dalam suatu Negara haruslah ditentukan
berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dalam Negara tersebut. Ketentuan
itu menjadi asas atau pedoman untuk menentukan status kewarganegaraan
seseorang. Setiap Negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan
asas kewarganegaraan seseorang.
Dalam
menerapkan asas kewarganegaraan ini, dikenal dengan 2 pedoman, yaitu, asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan, diantaranya sebagai berikut :
1. Dari Sisi
Kelahiran
Pada umumnya,
penentuan kewarganegaraan berdasarkan pada kelahiran seseorang (sebagaimana
disebut di atas) dikenal dengan 2 asas kewarganegaraan, yaitu ius soli
dan ius sanguinis. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa
latin. Ius berati hukum, dalil atau pedoman, soli berasal dari
kata solum yang berarti negeri, tanah, atau daerah. Sanguinis berasal
dari kta sanguis yang berati darah. Dengan demikian, ius soli
berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran,
sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan
berdasarkan daerah atau keturunan.
Sebagai contoh,
jika sebuah Negara menganut asas ius soli, maka seseorang yang
dilahirkan di Negara tersebut, mendapatkan hak sebagai warga negara tersebut,
tidak melihat orang tersebut keturunan dari mana. Begitu pula dengan asas ius
sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orangtua yang memiliki
kewarganegaraan, Indonesia misalnya,
maka anak tersebut berhak mendapat status kewarganegaraan orang tuanya, yakni
kewarganegaraan Indonesia.
2. Dari Sisi Perkawinan
Selain hukum
kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga
dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas
persamaan derajat. Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri
ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana
sejahtera, sehat, dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, suami-istri ataupun keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya
suatu kesatuan yang bulat. Untuk
merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-istri, maka
semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman
dan komitmen menjalankan kebersamaan atas dasar hukum yang sama tersebut,
meniscayakan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak
terdapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Sedangkan dalam
asas persamaan derajat, ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan
perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak[i].
Baik suami maupun istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain,
sekalipun sudah menjadi suami istri, mereka tetap memiliki status
kewarganegaraan sendiri. Sama halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi
suami istri.
Disamping asas
umum, ada beberapa asas khusus yang menjadi dasar penyusunan Undang-undang
Kewarganegaraan Indonesia, yaitu[ii]
:
·
Asas kepentingan nasional
·
Asas perlindungan maksimum
·
Asas persamaan didalam hukum dan pemerintahan
·
Asas kebenaran substantif
·
Asas nondiskriminatif
·
Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak
asasi manusia
·
Asas keterbukaan
·
Asas publisitas
Unsur Unsur yang Menentukan Kewarganegaraan
Unsur Darah Keturunan (Ius Sanguinis)
Kewarganegaraan
dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya
kalau orang dilahirkan dari orangtua yang berkewarganegaraan Indonesia, Ia dengan
sendirinya juga warga Negara Indonesia.
Prinsip ini adalah prinsip asli yang telah
berlaku sejak dahulu, yang diantaranya terbukti dalam sistem kesukuan, dimana
anak dari anggota suatu suku dengan sendirinya dianggap sebagai anggota suku
itu. Sekarang prinsip ini berlaku diantaranya di Inggris, Amerika, Perancis,
Jepang dan juga Indonesia
Unsur Daerah
Tempat Kelahiran (Ius Soli)
Daerah tempat
seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang
dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga
Negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota
tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Disamping dan bersama-sama dengan
prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga
berlaku juga di Amerika, Inggris, Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di
jepang, prinsip ius soli ini tidak berlaku. Karena seseorang yang
tidak dapat membuktikan bahwa orangtuanya berkebangsaan jepang, ia tidak dapat
diakui sebagai warga Negara Jepang.
Unsur
Pewarganegaraan (Naturalisasi)
Walaupun tidak
dapat memenuhi prinsip ius sanguinis ataupun ius soli,
orang dapat juga memperoleh kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan atau
naturalisasi. Syarat-syarat dan prosedur pewarganegaraan ini di berbagai Negara
sedikit banyak dapat berlainan, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan
situasi Negara masing-masing.
Dalam
pewarganegaraan ini ada yang aktif dan ada pula yang pasif. Dalam
pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau
mengajukan kehendak menjadi warga Negara dari suatu Negara. Sedangkan dalam
pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu
Negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga Negara suatu Negara, maka
yang bersangkutan dapat menggunakan
hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.
Masalah-masalah
dalam Kewarganegaraan
Membicarakan
status kewarganegaraan seseorang dalam sebuah Negara, maka akan dibahas
beberapa persoalan yang berkenaan dengan seseorang yang dinyatakan sebagai
warga Negara dan bukan warga Negara dalam suatu Negara. Jika diamati dan
dianalisis, di antara penduduk sebuah Negara, ada diantara mereka yang bukan
warga Negara (orang asing) di Negara tersebut. Dalam hal ini, dikenal dengan
apatride, bipatride, dan multipatride.[iii]
Apatride
merupakan istilah untuk orang-orang yang tidak mempunyai status
kewarganegaraan. Sedangkan bipatride merupakan istilah yang digunakan untuk
orang-orang yang memiliki status kewarganegaraan rangkap atau dengan istilah
lain dikenal dengan dwi kewarganegaraan. Sementara yang dimaksud dengan
multipatride adalah istilah
yang digunakan untuk menyebutkan status kewarganegaraan seseorang yang memiliki
dua atau lebih status kewarganegaraan.
Cara Memperoleh Status
Kewarganegaraan
Dalam penjelasan umum undang- undang
No. 62/1958 bahwa ada 7 cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia, yaitu :
(1) Karena kelahiran
(2) Karena
pengangkatan/adopsi resmi
(3) Karena
dikabulkannya permohonan
(4) Karena
pewarganegaraan
(5) Karena perkawinan
(6)
Karena turut ayah
dan ibu
(7) Karena pernyataan.
Sebab-sebab Kehilangan
Status Kewarganegaraan
Tentang kehilangan Kewarganegaraan
terjadi karena 3 yaitu:
(1)
Renunciation : Tindakan sukarela seseorang untuk
meninggalkan status kewarganegaraan yang diperoleh di dua Negara atau lebih.
(2)
Termination
: Penghentian status
kewarganegaraan sebagai tindakan hukum karena yang bersangkutan mendapat
kewarganegaraan Negara lain.
(3)
Deprivation : Pencabutan secara paksa atau
pemecatan status kewarganegaraan karena yang bersangkutan dianggap telah
melakukan kesalahan, pelanggaran atau terbukti tidak setia pada Negara berdasar
Undang-Undang[iv]
Warga Negara
Indonesia dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya
sendiri apabila yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang
Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan.
Secara
hukum seseorang yang bukan lagi WNI harus diperlakukan seperti orang asing.
Namun demikian, peraturan hukum di Indonesia masih memberikan peluang untuk memperoleh kembali status WNI dengan
persyaratan dan prosedur tertentu.
Persyaratan-persyaratan untuk
memperoleh kembali status WNI yang telah hilang sama saja dengan persyaratan bagi
WNA lainnya yang
akan menjadi WNI, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU 12/2006, yaitu :
1.Telah berusia
18 tahun atau sudah kawin meskipun belum 18 tahun.
2.Pada saat
mengajukan permohonan, telah tinggal
di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.
3.Sehat jasmani
dan rohani
4. Dapat berbahasa
Indonesia serta mengakui dasar negaraPancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun2007 tentang Tata
cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan,dan Memperoleh Kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia
1.Tidak pernah
dijatuhi hukuman pidana / penjara Karena terbukti melakukan tidak pidana /
kejahatan yang diancam dengan
hukuman penjara 1 tahun atau lebih.
2. Dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia tidak menyebabkan statusnya menjadi
berkewarganegaraan ganda,
sebab hal itu tidak diakui dalam sistem hukum di Indonesia. Dengan kata lain,
status kewarganegaraan dari negara
lain harus dilepaskan.
3. Mempunyai pekerjaan atau memiliki penghasilan
tetap.
4. Membayar uang / biaya pewarganegaraan ke Kas
Negara.Untuk keterangan lebih lanjut mengenai besarnya biayaini silahkan
hubungi Kantor Imigrasi RI terdekat.
Di samping 4 syarat tersebut
di atas, secara logis seseorang yang akan mengajukan permohonan untuk
mendapatkan kembali
status WNI tidak boleh berada dalam kondisi yang tidak diperkenankan oleh UU 12/2006, seperti
sedang dalamikatan dinas militer atau pegawai negeri di negara lain.
Prosedur-prosedur untuk
memperoleh kembali status WNI yangtelah hilang juga sama dengan
prosedur bagi WNA lainnya yang
akan menjadi WNI sebagaimana diatur dalam Pasal 10-18 UU 12/2006, yaitu :
1.Permohonan diajukan
secara tertulis dalam Bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai RI, ditujukan kepada Presiden RI melalui Menteri Hukum
& HAM, dan disampaikan
kepada Pejabat Imigrasi terkait.
2. Jika permohonannya diajukan di TimorLeste maka pengajuannya dapat dilakukan melalui KBRI-Dili danakan
diterukan kepada Menteri Hukum & HAM.
3.Menteri Hukum & HAM akan meneruskan permohonantersebut
kepada Presiden RI paling lambat 3 (tiga) bulansejak tanggal diterimanya
permohonan itu, disertaiberbagai pertimbangan
4.Presiden RI
dapat saja menerima atau menolak permohonan tersebut.
5. Jika diterima maka akan diterbitkan Keputusan Presiden(Keppres)
RI paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan dan akan diserahkan kepada yang bersangkutan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal Keppres.
6. Apabila permohonannya ditolak maka Menteri Hukum & HAM akan memberitahukan kepada yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan,
disertai alasan penolakannya
7.KBRI-Dili akan
memanggil pemohon untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia kepada NKRI selambatnya 3 (tiga) bulan sejak
dikirimnya Keppres tersebut
kepada yang bersangkutan. Dalam hal ini,Keppres tersebut nanti akan berlaku efektif
terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah atau pernyataan janji.
8.Jika
pada saat pengucapan sumpah atau pernyataan janji ternyata pemohon
tidak hadir tanpa alasan yang sah maka dengan sendirinya Keppres tersebut batal.
Hubungan Warga Negara dengan Negara
Wujud hubungan
antara warga negara dengan negara pada umumnya berupa peranan. Peranan pada
dasarnya adalah tugas apa yang dilakukan sesuai dengan status yang dimiliki,
dalam hal ini sebagai warga negara. Secara teori, status warga negara meliputi
status pasif, aktif, negatif dan positif. Peranan warga negara juga meliputi
peranan yang pasif, aktif, negatif dan positif.
Peranan pasif
adalah kepatuhan warga negara terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Peranan akif merupakan aktifitas warga negara untuk terlibat
(berprtisipasi) serta ambil bagian dalam kehidupan bernegara, terutama dalam
mempengaruhi keputusan publik. Peranan positif merupakan aktifitas warga negara
untuk meminta pelayanan dari negara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peranan
negatif merupakan aktifitas warga negara untuk menolak campur tangan negara
dalam mempersoalan pribadi.
Di indonesia,
hubungan antara warga negara dengan negara telah di atur dalam UUD 1945.
Hubungan antara warga negara dengan negara indonesia tersebut digambarkan
dengan baik dalam pengaturan mengenai hak dan kewajiban. Baik itu hak dan
kewajiban warga negara terhadap negara maupun hak dan kewajiban negara terhadap
warganya. Ketentuan selanjutnya mengenai hak dan kewajiban warga negara
diberbagai bidang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dibawah
undang-undang dasar.
Hak dan kewajiban warga negara indonesia
Hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam
pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945. Beberapa hak dan kewajiban tersebut
antara lain sebagai berikut:
Hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak pasal 27 ayat (2) UUD 1945
Hak membela
negara pasal 27 ayat (2) UUD 1945
Hak berpendapat
pasal 28 UUD 1945
Hak kemerdekaan
memeluk agama pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945
Hak dan kewajiban
dalam membela negara pasal 30 ayat (1) UUD 1945
Hak untuk
mendapatkan pengajaran pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945
Hak untuk
mengembangkan dan mewujudkan kebudayaan nasional indonesia pasal 32 ayat (1)
UUD 1945.
Disamping adanya
hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, dalam UUD 1945 perubahan
pertama telah dicantumkan adanya HAM. Ketentuan mengenai HAM ini merupakan
langkah maju dari bangsa indonesia untuk menuju kehidupan konstitusional yang
demokratis. Ketentuan mengenai HAM tertuang pada pasal 28 A sampai J UUD 1945.
Dalam ketentuan tersebut juga dinyatakan adanya kewajiban dasar manusia.
Selanjutnya
hak-hak warga negara yang tertuang dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara
dinamakan hak konstitusonal. Setiap warga negara memiliki hak-hak
konstitusional sebagai mana yang ada pada UUD 1945. Warga negara berhak
menggugat bila ada pihak-pihak lain yang berupaya membatasi atau menghilangkan
hak-hak konstitusionalnya.
Selain itu
ditentukan pula hak dan kewajiban yang dimiliki negara terhadap warga negara.
Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan
kewajiban dan hak warga negara terhadap negara. Beberapa ketentuan tersebut,
antara lain sebagai berikut:
Hak negara untuk
ditaati hukum dan pemerintahan
Hak negara untuk
dibela
Hak negara untuk
mengusai bumi, air, dan kekayaan untuk kepentingan rakyat
Kewajiban negara
untuk menjamin sistem hukum yang adil
Kewajiban negara
untuk menjamin hak asasi warga negara
Kewajiban negara
untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat
Kewajiban negara
memberi jaminan sosial
Kewajiban negara
memberi kebebasan beribadah.
Secara garis besar, hak dan kewajiban warga negara
yang tertuang dalam UUD 1945 mencakup berbagai bidang. Bidang-bidang ini antara
lain: bidang politik dan pemerintahan, sosial, keagamaan, pendidikan, ekonomi,
dan pertahanan.
Selain adanya hak dan kewajiban warga negara di
dalam UUD 1945, tercantum pula adanya HAM. HAM perlu dibedakan dengan hak warga
negara. Hak warga negara merupakan hak yang ditentukan dalam suatu konstitusi
negara. Munculnya hak ini adalah karena adanya ketentuan undang-undang dan
berlaku bagi orang yang berstatus sebagai warga negara bisa terjadi hak dan
kewajiban warga Negara Indonesia
berbeda dengan hak warga negara malaysia oleh karena ketentuan undang-undang
yang berbeda. Adapun HAM umumnya merupakan hak-hak yang sifatnya mendasar yang
melekat dengan keberadaannya sebagai manusia. HAM tidak diberikan oleh negara
teteapi justru harus dijamin keberadaannya oleh negara.
[i]
Arskal Salim dan A. Ubaidillah,
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta : UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Press, 2000), hal. 75-76
[ii]
Sri Harini Dwiyatmi,dkk., Pendidikan
Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 199-200
[iii]
Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama, Cerdas, Kritis, dan Aktif
Berwarganegara, (Jakarta: Erlangga, 2010) hal. 60
[iv]
Winarno, Kewarganegaraan Indonesia dari Sosiologis menuju Yuridis, (Bandung
: Alfabeta 2009), Hal. 64
Komentar
Posting Komentar