"HUKUM PERDATA''
A.
Pengertian Hukum Perdata
Istilah Hukum Perdata
pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Djoyodiguno sebagai terjemahan dari
burgerlijkrecht. Di samping istilah itu, sinonim Hukum Perdata adalah
civielrecht dan privatrecht. Di lihat dari ruang lingkupnya, istilah Hukum
Perdata dalam arti luas, meliputi Hukum Privat Materiil, yaitu segala hukum
pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Istilah perdata juga
lazim dipakai sebagai lawan dari pidana. Ada juga yang memakai istilah Hukum
Sipil untuk Hukum Privat Materiil, tetapi karena istilah sipil juga lazim
dipakai sebagai lawan dari militer.
Istilah Hukum Perdata,
dalam arti yang sempit, sebagai lawan Hukum Dagang, seperti dalam Pasal 102
Undang-undang Dasar Sementara, yang menitahkan pembukuan (kodifikasi) hukum di
negara Indonesia terhadap Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Hukum Pidana Sipil
maupun Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana, serta
Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
Adapun pengertian
hukum perdata menurut para pakar hukum
a.
Soebekti, Hukum Perdata adalah
segala hukum pokok yang mengatur kepentingan- kepentingan perseorangan.
b.
Sri Soedewi, Hukum Perdata adalah
hukum yang mengatur kepentingan antara warga negara perseorangan dengan satu
warga negara perseorangan yang lain.
c.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata
adalah suatu rangkaian hukum antara orang-orang atau badan satu sama lain
tentang hak dan kewajiban.
d.
. Sudikno Merto Kusumo, Hukum
Perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban
perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan didalam
masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing pihak
e.
. Safioedin, Hukum Perdata adalah
hukum yang memuat peraturan dan ketentuan hukum yang meliputi hubungan hukum
antara orang yang satu dengan yang lain didalam masyarakat dengan menitik
beratkan kepada kepentingan perorangan.
f.
. Vollmar, Hukum Perdata adalah
aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan perlindungan pada kepentingan
perseorangan dalam perandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan
yang lain dari orang-orang didalam suatu masyarakat tertentu terutama yang
mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.
g. Van
Dunne, Hukum Perdata adalah suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang
sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya,hak
milik dan perikatan[1]
Oleh
karena itu dapat kita simpulkan, bahwa Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dalam masyarakat
yang menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata ialah ketentuan-ketentuan
yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam memenuhi kepentingannya. Perkataan hukum perdata ( Privat recht ) dalam
arti luas meliputi ketentuan-ketentuan material yang mengatur
kepentingan-kepentingan perorangan[2].
B.
Dasar Berlakunya Hukum Perdata
Dasar hukum
berlakunya hukum perdata di Indonesia
terdapat pada pasal 2 aturan peralihan UUD 1945. Yakni :
Pasal 2
aturan peralihan UUD 1945
“Semua lembaga negara yang ada masih tetap
berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”
Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya
bersumber pada Hukum Napoleon kemudian berdasarkan Staatsblaad
nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie (disingkat BW) atau
disebut sebagai KUH Perdata. BW sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang
dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warga
negara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa, dan timur asing. Namun,
berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh
peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda berlaku bagi warga negara
Indonesia (asas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat di dalam BW pada
saat ini telah diatur secara terpisah atau tersendiri oleh berbagai peraturan
perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan, dan
fidusia.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia
diumumkan pada tanggal 30 April 1847melalui Staatsblad No.
23 dan berlaku pada Januari 1848. Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan
Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia
Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru
berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum
perdata Indonesia.[3]
C. Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Hukum Perdata di Indonesia, ber-bhinneka yaitu beraneka warna. Pertama,
ia berlainan untuk segala golongan warga negara:
a. Untuk golongan bangsa Indonesia asli, berlaku
"Hukum Adat," yaitu hukum yang sejak dahulu telah berlaku di kalangan
rakyat, yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam
tindakan-tindakan rakyat, mengenai segala soal dalam kehidupan masyarakat.
b. Untuk golongan warga negara bukan asli yang
berasal Tionghoa dan Eropah berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek) dan Kitab UndangUndang Hukum Dagang (Wetboek van
Koophandel), dengan pengertian, bahwa bagi golongan Tionghoa mengenai
Burgerlijk Wetboek tersebut ada sedikit penyimpangan, yaitu bagian 2 dan 3 dari
Titel IV Buku I (mengenai upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai
"penahanan" pernikahan) tidak berlaku bagi mereka, sedangkan untuk mereka
ada pula "Burgerlijke Stand" tersendiri. Selanjutnya ada pula suatu
peraturan perihal pengangkatan anak (adopsi), karena hal ini tidak terkenal di
dalam Burgerlijk Wetboek
Akhirnya untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal
Tionghoa atau Eropah (yaitu : Arab, India dan lain-lain) berlaku sebahagian
dari Burgerlijk Wetboek, yaitu pada pokoknya hanya bagian-bagian yang mengenai
hukum kekayaan harta benda (vermogensrecht), jadi tidak yang mengenai hukum
kepribadian dan kekeluargaan (personen en familierecht) maupun yang mengenai
hukum warisan. Mengenai bagian-bagian hukum yang belakangan ini, berlaku hukum
mereka sendiri dari negeri asalnya. Hukum yang berlaku bagi golongan bangsa
Indonesia asli sendiripun ada ber-bhinneka lagi, yaitu berbeda-beda dari daerah
ke daerah. Untuk mengerti keadaan Hukum Perdata di Indonesia sekarang ini,
perlulah kita sekedar mengetahui tentang riwayat politik Pemerintah
Hindia-Belanda dahulu terhadap hukum di Indonesia. Pedoman politik bagi
Pemerintah Hindia-Belanda terhadap hukum di Indonesia dituliskan dalam pasal
131 "Indische Staatsregeling" (sebelum itu pasal 75
Regeringsreglement), yang dalam pokoknya sebagai berikut :
1. Hukum Perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana
beserta Hukum Acara Perdata dan Pidana) harus diletakkan dalam kitab-kitab
undang-undang, yaitu dikodifisir.
2. Untuk golongan bangsa Eropah dianut (dicontoh)
perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (asas konkordansi).
3.
Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur
Asing (Tionghoa, Arab dan sebagainya), jika ternyata "kebutuhan
kem^-yarakatan" mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk
bangsa Eropah dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun dengan
perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan membuat suatu peraturan baru
bersama, untuk selainnya harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di
kalangan mereka, dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan
umum atau kebutuhan kemasyarakatan mereka (ayat 2).
4. Orang
Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di
bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropah, diperbolehkan
"menundukkan diri" ("onderwerpen") pada hukum yang berlaku untuk
bangsa Eropah. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara
hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja (ayat 4).
5. Sebelum
hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam undang-undang, bagi mereka itu
akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu "Hukum
Adat" (ayat 6).
Berdasarkan pedoman-pedoman yang kita sebutkan di atas, di zaman
Hindia-Belanda telah ada beberapa peraturan undang-undang Eropah yang telah
"dinyatakan berlaku" untuk Bangsa Indonesia asli, seperti pasal 1601
— 1603 lama dari B.W., yaitu perihal perjanjian kerja atau perburuhan (Staatsblad
1879 No. 256), pasal 1788 — 1791 B.W. perihal hutang-hutang dari perjudian
(Staatsblad 1907 No. 306) dan beberapa pasal dari Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Staatsblad 1933 No. 49).[4]
Kalau dilihatdari kenyataan yang ada,
hukum perdata di Indonesia itu terdiri dari hal-hal berikut ini :
6.
Hukum perdata adat yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur
hubungan antarindividu dalam masyarakat adat yang berkaitan dengan
kepentingan-kepentingan perseorangan.
7.
Hukum perdata Eropa yaitu
ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur
hubungan hukum yang menyangkut mengenai kepentingan orang-orang Eropa dan
orang-orang yang diberlakukan ketentuan itu.
8. Bagian hukum perdata yang bersifat nasional yaitu bidang-bidang hukum
perdata sebagai hasil produk nasional.[5]
[2] R Abdoel Djamali, S.H,
pengantar hukum Indonesia, PT RajaGrafindo persada, Jakarta, 2014,hlm 147
[4] http://k-team.orgfree.com/server/files/Mata%20Kuliah/Hukum%20Perdata%20Bisnis/Huum%20Perdata-Pokok2%20Hukum%20Perdata/Hukum-Perdata-Pokok2-Hukum-Perdata-Subekti.pdf
[5] R Abdoel Djamali, S.H,
pengantar hukum Indonesia, PT RajaGrafindo persada, Jakarta, 2014,hlm 148
Komentar
Posting Komentar